Fotografi ialah
lukisan melalui cahaya. Tanpa cahaya seni foto ini tidak akan berfungsi.
Istilah Photography dicipta pada tahun 1839. Ketika teknologi seni foto terus
berkembang bersama dengan kemajuan manusia, ilmu sangat penting bagi menjamin
mutu kerja seorang seniman foto (Photografer).
Dalam buku The History of Photography karya Alma Davenport, terbitan
University of New Mexico Press tahun 1991, disebutkan bahwa pada abad ke-5
Sebelum Masehi (SM), seorang pria bernama Mo Ti sudah mengamati sebuah gejala.
Apabila pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang kecil (pinhole), maka
di bagian dalam ruang itu akan terefleksikan pemandangan di luar ruang secara
terbalik lewat lubang tadi. Mo Ti adalah orang pertama yang menyadari fenomena
camera obscura.
Kamera mulai diperkenalkan ketika para pelukis menghadapi masalah untuk
merekam gambar (potrait) sekitar abad 17 dan 18. Justru itu mereka telah
mencipta kamera Obscura untuk kemudahan merekam gambar.
Akhirnya, pada tahun 1824, seorang seniman lithography Perancis,
Joseph-Nicephore Niepce (1765-1833), setelah delapan jam meng-exposed
pemandangan dari jendela kamrnya, melalui proses yang disebutnya Heliogravure
(proses kerjanya mirip lithograph) di atas pelat logam yang dilapisi aspal,
berhasil melahirkan sebuah imaji yang agak kabur, berhasil pula mempertahankan
gambar secara
permanent. Kemudian ia pun mencoba menggunakan kamera obscura berlensa,
proses yang disebut ”heliogravure” pada tahun 1826 inilah yang akhirnya menjadi
sejarah awal fotografi yang sebenarnya. Foto yang dihasilkan itu kini disimpan
di University of Texas di Austin, AS.
Merasa kurang puas, tahun 1827 Niepce mendatangi desainer panggung opera
yang juga pelukis, Louis-Jacques Mande’ Daguerre (1787-1851) untuk mengajaknya
berkolaborasi. Dan jauh sebelum eksperimen Niepce dan Daguerre berhasil, mereka
pernah meramalkan bahwa: “fotografi akan menjadi seni termuda yang dilahirkan
zaman.”
Sayang, sebelum menunjukkan hasil yang optimal, Niepce meninggal dunia.
Baru pada tanggal 19 Agustus 1839, Daguerre dinobatkan sebagai orang pertama
yang berhasil membuat foto yang sebenarnya: sebuah gambar permanen pada
lembaran plat tembaga perak yang dilapisi larutan iodin yang disinari selama
satu setengah jam cahaya langsung dengan pemanas mercuri (neon). Proses ini
disebut daguerreotype. Untuk membuat gambar permanen, pelat dicuci larutan
garam dapur dan asir suling.
Foto pertama dibuat pada tahun 1826 selama 8 jam. Louis Jacques mande
Daquerre merupakan bapak fotografi dunia (1837). Kamera Obcura merupakan kamera
yang pertama kali yang dipakai untuk menggambar kemudian memotret.
Tahun 1900 seorang Juru gambar telah mencipta kamera Mammoth. Kamera ini
amat besar ukurannya beratnya 1,400 pound. Lens seberat 500 pound. Sewaktu
mengubah atau memindahkannya tenaga manusia sebanyaki 15 orang diperlukan!
Kamera ini menggunakan film sebesar 4 ½ x 8 kaki dengan bahan kimia sebanyak 10
gallons digunakan ketika memprosesnya.
Kamera Kodak (Eastmant Kodak) pertama kali ditemukan oleh Snapshooter 1888
di Amerika. Konstribusi fotografi ke dunia film pertama kali di pelopori oleh
Eadward Muybridge. Flash atau lampu kilat pertama kali ditemukan oleh Harold E.
Edgerton pada tahun 1938. Memotret benda-benda mati disebut dengan still life.
Penemu negative film John Hendri Fox Talbot dari inggris. Negatif film tersebut
di buat selama 40 detik dibawah terik matahari.
Tahun 1950 mulai digunakan prisma untuk memudahkan pembidikan pada kamera
Single Lens Reflex (SLR), dan pada
tahun yang sama Jepang mulai memasuki
dunia fotografi
dengan produksi kamera NIKON. Tahun
1972 mulai dipasarkan kamera Polaroid yang ditemukan oleh Edwin Land. Kamera
Polaroid mampu menghasilkan gambar tanpa melalui proses pengembangan dan
pencetakan film.
Kemajuan teknologi turut memacu fotografi secara sangat cepat. Kalau dulu
kamera sebesar tenda hanya bisa menghasilkan gambar yang tidak terlalu tajam,
kini kamera digital yang cuma sebesar dompet mampu membuat foto yang sangat
tajam dalam ukuran sebesar koran.
CABANG FOTOGRAFI
berdasarkan Obyek fotgrafi nya, di
antaranya:
Fotografi bentang alam ( Nature / Landscape)
Dalam fotografi bentang
alam obyek yang di foto adalah biasanya merupakan bentang
alam, yang memiliki keindahan tersendiri atau digunakan untuk menjelaskan
keadaan profil alam pada suatu daerah, dalam dunia industri foto landscape
juga digunakan untuk dokumentasi pembangunan profil area ( lansekap )
dan laporan penelitian, biasanya fotografer bentang alam memiliki
kemampuan dan hobi traveling dan menjelajah alam
Fotografi Satwa dan flora
fotografi ini memiliki obyek khusus satwa dan flora, dan menurut saya merupakan
object yang sulit dan terkadang menantang bahaya anda bisa bayangkan anda
me motret komodo atau buaya dalam komunitasnya, fotografi satwa
biasanya digunakan untuk menggali keindahan satwa dan flora dan juga
mengklasifikasi satwa dan flora
Fotografi Dokumentasi
fotografi ini untuk mendokumentasikan suatau event atau peristiwa, biasanya
setidaknya pada jaman dahulu fotografi ini tidak di tuntut
dalam keindahan foto komposisi warna ataupun seni, tapi hanaya untuk melengkapi
dan lebih menjelaskan suatu berita acara, akan tetapi dalam perkembangan
fotografi modern fotografidokumentasi, komposisi
gambar dan sentuhan seni sudah menjadi tuntutan, dan dikarenakan pada event
modern time linenya pendek maka fotografer dituntut untuk tidak ketinggalan
moment moment penting dalam acara tersebut
Fotografi Jurnalistik
Foto jurnalistik adalah foto yang merekam suatu berita, dan
menjelaskan suatu keadaan dan peristiwa yang biasanya besar, kekuatan
foto berasal dari kemapuan foto dalam menjelaskan suatu peristiwa biasanya foto
jenis ini digunakan sebagai penunjang berita teks di mediai koran atau majalah.
Dancabang fotografi lainya yang belum di
deskripsikan...
Fotografi Seni (Fine Art)
Fotografi Studio
Fotografi Udara (Aerial)
Fotografi Komersial
Fotografi Interior
Fotografi Fashion
Fotografi Studio
Fotografi Udara (Aerial)
Fotografi Komersial
Fotografi Interior
Fotografi Fashion
ISTILAH FOTOGRAFI
Dalam bahasa indonesia beberapa istilah fotografi membingungkan
bila diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia. Oleh karena itu istilah yang sudah
berlaku umum tetap dipertahankan
Fotografi Cahaya (light)
Faktor dasar terjadinya fotografi adalah
cahaya, karena jika tidak ada cahaynya tidak mungkin foto bisa di buat
Fotografi Eksposur (exposure)
Eksposur exposure adalah istilah dalam fotografi yang
mengacu kepada banyaknya cahaya yang jatuh ke medium (film atau sensor gambar)
dalam proses pengambilan foto.
Untuk membantu fotografer mendapat
setting paling tepat untuk exposure , digunakan lightmeter.
Lightmeter, yang biasanya sudah ada di dalam kamera, akan mengukur intensitas
cahaya yang masuk ke dalam kamera. Sehingga didapatexposure normal. lebih
lanjut tentang exposure
Fotografi Rentang dinamis (Dynamic range)
fotografi, Rentang dinamis (Dynamic range) adalah rasio
rentang luminasi cahaya yang dapat direkam sensor kamera dari seluruh
rentang luminasi cahaya subyek. exposure pada
tingkat iluminasi yang sama di atas di atas focal
plane dapat menghasilkan foto dengan efek luminasi yang berbeda
karena respon sensor kamera yang berbeda pada nilai ISO ratingnya.
Efek luminasi itu juga disebut exposure , sebutan populer lain
adalah imposure atau light value atau brightness
value atau level of exposure atau exposure altitude atau exposure
range yang menunjukkan tingkat visibilitas subyek fotografi. more
about Dynamic Range
Fotografi Rana / Kecepatan (Suter Speed)
Rana atau penutup (Bahasa Inggris: shutter)
dalam istilah fotografi adalah tirai pada kamera yang menutupi
permukaan atau sensor foto. Jika tirai ini terbuka maka akan terjadi exposure
pada permukaan film atau sensor foto tadi.
Awalnya shutter dibuat
dari lempengan logam, namun kebanyakan kamera modern menggunakan penutup yang
dibuat dari kain untuk mengurangi berat kamera dan untuk mendapatkan kecepatan
rana yang lebih cepat. Penutup yang terbuat dari kain memiliki kekuatan sekitar
50,000 hingga 200,000 kali proses buka-tutup (melakukan exposure ). Kain
penutup yang aus atau rusak bisa dengan mudah diganti di pusat layanan purna
jual merek kamera yang bersangkutan.
Lamanya tirai ini terbuka ditentukan
oleh setelan kecepatan rana pada kamera.
Fotografi Diafragma (Aperture)
Aperture dalam istilah fotografi adalah komponen
dari lensa yang berfungsi mengatur intensitas cahaya yang masuk ke
kamera.
Diafragma lensa biasanya membentuk
lubang mirip lingkaran atau segi tertentu. Ia terbentuk dari sejumlah lembaran
logam (umumnya 5, 7 atau 8 lembar) yang dapat diatur untuk mengubah ukuran dari
lubang bukaan (rana / shuter) lensa dimana cahaya akan lewat. Bukaan akan
mengembang dan menyempit persis seperti pupil di mata manusia.
Fotografi ISO / ASA
Kecepatan film dalam istilah dalam fotografi adalah untuk mengukur
tingkat kesensitivitas atau kepekaan film foto terhadap cahaya. Film dengan
kepekaan rendah (memiliki angka ISO rendah) membutuhkan sorotan
(Inggris: exposure) yang lebih lama sehingga disebut slow film,
sedangkan film dengan kepekaan tinggi (memiliki angka ISO tinggi)
membutuhkan exposure yang singkat.
SEJARAH FOTOGRAFI INDONESIA
Sejarah fotografi di Indonesia dimulai pada tahun 1857, pada saat 2 orang
juru foto Woodbury dan Page membuka sebuah studio foto di Harmonie, Batavia.
Masuknya fotografi ke Indonesia tepat 18 tahun setelah Daguerre mengumumkan
hasil penelitiannya yang kemudian disebut-sebut sebagai awal perkembangan
fotografi komersil. Studio fotopun semakin ramai di Batavia. Dan kemudian
banyak fotografer professional maupun amatir mendokumentasikan hiruk pikuk dan
keragaman etnis di Batavia.
Kamera Daguerre
Masuknya fotografi di Indonesia adalah tahun awal dari lahirnya teknologi
fotografi, maka kamera yang adapun masih berat dan menggunakan teknologi yang
sederhana. Teknologi kamera pada masa itu hanya mampun merekam gambar yang
statis. Karena itu kebanyakan foto kota hasil karya Woodbury dan Page terlihat
sepi karena belum memungkinkan untuk merekam gambar yang bergerak.
Terkadang fotografer harus menggiring pedagang dan pembelinya ke dalam
studio untuk dapat merekam suasana hirup pikuk pusat perbelanjaan. Oleh sebab
itu telihat bahwa pedagang dan pembelinya beraktifitas membelakangi sebuah
layar. Ini karena teknologi kamera masih sederhana dan masih riskan jika
terlalu sering dibawa kemana-mana.
Pada tahun 1900an, muncul penemuan kamera yang lebih sederhana dan mudah
untuk dibawa kemana-mana sehingga memungkinkan para fotografer untuk melakukan
pemotretan outdoor. Bisa dibilang ini adalah awal munculnya kamera
modern.Karena bentuknya yang lebih sederhana, kamera kemudian tidak dimiliki
oleh fotografer saja tetapi juga dimiliki oleh masyarakat awam.
Banyak karya-karya fotografer maupun masyarakat awam yang dibuat pada masa
awal perkembangan fotografi di Indonesia tersimpan di Museum Sejarah Jakarta.
Seperti namanya, museum ini hanya menghadirkan foto-foto kota Jakarta pada
jaman penjajahan Belanda saja. Karena memang perkembangan teknologi fotografi
belum masuk ke daerah. Salah satu foto yang dipamerkan adalah suasana Pasar
Pagi, Glodok, Jakarta pada tahun 1930an. Pada awal dibangun, pasar ini
hanya diisi oleh beberapa lapak pedagang saja. Ini berbeda dengan kondisi
sekarang dimana Glodok merupakan pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta.
Kassian Cephas
(1844-1912): Yang Pertama, yang Terlupakan
Cephas lahir pada
15 Januari 1845 dari pasangan Kartodrono dan Minah. Ada juga yang mengatakan
bahwa ia adalah anak angkat dari orang Belanda yang bernama Frederik Bernard
Fr. Schalk. Cephas banyak menghabiskan masa kanak-kanaknya di rumah Christina
Petronella Steven (siapa). Cephas mulai belajar menjadi fotografer profesional
pada tahun 1860-an. Ia sempat magang pada Isidore van Kinsbergen, fotografer
yang bekerja di Jawa Tengah sekitar 1863-1875. Tapi berita kematian Cephas di
tahun 1912 menyebutkan bahwa ia belajar fotografi kepada seseorang yang bernama
Simon Willem Camerik.
Kassian
Cephas
Kassian Cephas
memang bukan tokoh nasional yang dulunya menenteng senjata atau berdiplomasi
menentang penjajahan bersama politikus pada zaman sebelum dan sesudah
kemerdekaan. Ia hanyalah seorang fotografer asal Yogyakarta yang eksis di ujung
abad ke-19, di mana dunia fotografi masih sangat asing dan tak tersentuh oleh
penduduk pribumi kala itu. Nama Kassian Cephas mungkin baru disebut bila
foto-foto tentang Sultan Hamengku Buwono VII diangkat sebagai bahan
perbincangan.Dulu, Cephas pernah menjadi fotografer khusus Keraton pada masa
kekuasaan Sultan Hamengku Buwono VII. Karena kedekatannya dengan pihak Keraton,
maka ia bisa memotret momen-momen khusus yang hanya diadakan di Keraton pada
waktu itu. Hasil karya foto-fotonya itu ada yang dimuat di dalam buku karya
Isaac Groneman (seorang dokter yang banyak membuat buku-buku tentang kebudayaan
Jawa) dan buku karangan Gerrit Knaap (sejarawan Belanda yang berjudul
"Cephas, Yogyakarta: Photography in the Service of the Sultan".
Sultan Hamengku Buwono VII karya Kassian
Cephas
Dari foto-fotonya
tersebut, bisa dibilang bahwa Cephas telah memotret banyak hal tentang
kehidupan di dalam Keraton, mulai dari foto Sultan Hamengku Buwono VII dan
keluarganya, bangunan-bangunan sekitar Keraton, upacara Garebeg di alun-alun,
iring-iringan benda untuk keperluan upacara, tari-tarian, hingga pemandangan
Kota Yogyakarta dan sekitarnya. Tidak itu saja, bahkan Cephas juga diketahui
banyak memotret candi dan bangunan bersejarah lainnya, terutama yang ada di
sekitar Yogyakarta. Berkaitan dengan kegiatan Cephas memotret kalangan
bangsawan Keraton, ada cerita yang cukup menarik. Zaman dulu, dari sekian
banyak penduduk Jawa waktu itu, hanya segelintir saja rakyat yang bisa atau
pernah melihat wajah rajanya. Tapi, dengan foto-foto yang dibuat Cephas, maka
wajah-wajah raja dan bangsawan bisa dikenali rakyatnya.
Masa-Masa Keemasan
Cephas
Cephas pernah
terlibat dalam proyek pemotretan untuk penelitian monumen kuno peninggalan
zaman Hindu-Jawa, yaitu kompleks Candi Loro Jonggrang di Prambanan, yang
dilakukan oleh Archeological Union di Yogyakarta pada tahun 1889-1890. Saat
bekerja, Cephas banyak dibantu oleh Sem, anak laki-lakinya yang juga tertarik
pada dunia fotografi. Cephas juga membantu memotret untuk lembaga yang sama
ketika dasar tersembunyi Candi Borobudur mulai ditemukan. Ada sekitar 300 foto
yang dibuat Cephas dalam proyek penggalian itu. Pemerintah Belanda
mengalokasikan dana 9.000 gulden untuk penelitian tersebut. Cephas dibayar 10
gulden per lembar fotonya. Ia mengantongi 3.000 gulden (sepertiga dari seluruh
uang penelitian), jumlah yang sangat besar untuk ukuran waktu itu.
Beberapa foto seputar candi tersebut dijual Cephas. Alhasil, foto-foto buah karyanya itu menyebar dan terkenal. Ada yang digunakan sebagai suvenir atau oleh-oleh bagi para elite Belanda yang akan pergi ke luar kota atau ke Eropa. Album-album yang berisi foto-foto Sultan dan keluarganya juga kerap diberikan sebagai hadiah untuk pejabat pemerintahan seperti presiden. Hal itu tentunya membuat Cephas dikenal luas oleh masyarakat kelas tinggi, dan memberinya keleluasaan bergaul di lingkungan mereka. Karena kedekatan dengan lingkungan elite itulah sejak tahun 1888 Cephas memulai prosedur untuk mendapatkan status "equivalent to Europeans" (sama dengan orang Eropa) untuk dirinya sendiri dan anak laki-lakinya: Sem dan Fares.
Cephas adalah salah
satu dari segelintir pribumi yang waktu itu bisa menikmati
keistimewaan-keistimewaan dan penghargaan dari masyarakat elite Eropa di
Yogyakarta. Mungkin itu sebabnya karya-karya foto Cephas sarat dengan suasana
menyenangkan dan indah. Model-model cantik, tari-tarian, upacara-upacara,
arsitektur rumah tempo dulu, dan semua hal yang enak dilihat selalu menjadi
sasaran bidik kameranya. Bahkan, rumah dan toko milik orang-orang Belanda,
lengkap dengan tuan-tuan dan noni-noni Belanda yang duduk-duduk di teras rumah,
juga sering menjadi obyek fotonya.
Sekitar tahun
1863-1875, Cephas sempat magang di sebuah kantor milik Isidore van Kinsbergen,
fotografer yang bekerja di Jawa Tengah. Status sebagai fotografer resmi baru ia
sandang saat bekerja di Kesultanan Yogyakarta. Sejak menjadi fotografer khusus
Kesultanan itulah namanya mulai dikenal hingga ke Eropa.
Terlindas Semangat
Revolusi
Meski demikian,
dalam khazanah fotografi Indonesia, nama Kassian Cephas tidak seharum nama
Mendur bersaudara, yakni Frans Mendur dan Alex Mendur. Mereka berdua adalah
fotografer yang dianggap sangat berjasa bagi perjalanan bangsa ini. Merekalah
yang mengabadikan momen-momen penting saat Soekarno membacakan proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Karya-karya mereka lebih disorot masyarakat Indonesia
karena dianggap kental dengan suasana heroik yang memang pada masa itu sangat
dibutuhkan.
Foto-foto
monumental karya Mendur Bersaudara, mulai dari foto Bung Tomo yang sedang
berpidato dengan semangat berapi-api di bawah payung, foto Jenderal Sudirman
yang tak lepas dari tandunya, foto sengitnya pertempuran di Surabaya, hingga
foto penyobekan bendera Belanda di Hotel Savoy, menjadi alat perjuangan bangsa
dan menjadi bukti sejarah terbentuknya negara ini. Di awal-awal kemerdekaan dan
revolusi, tentu saja foto-foto Mendur Bersaudara tadi terus diproduksi oleh
penguasa dan pelaku sejarah untuk mengawal semangat bangsa ini. Foto-foto karya
mereka dicetak dalam buku-buku sejarah dan menjadi bacaan wajib siswa sekolah,
mulai dari tingkat dasar sampai tingkat doktoral.
Sementara foto-foto
Cephas yang penyebarannya sangat terbatas lebih cocok masuk ke museum atau
dikoleksi oleh orang-orang yang menjadi kliennya atau para kolektor. Kandungan
foto karya Cephas dinilai tidak mendukung suasana pergolakan yang tengah
berlangsung saat itu. Bahkan foto-fotonya yang menonjolkan tentang keindahan
Indonesia, potret raja-raja dan “londo-londo”, serta para bangsawan dipandang
sebagai “pro status quo”. Makanya fotonya jarang dilirik.
Perbedaan zamanlah yang
membuat foto-foto karya Cephas dan Mendur Bersaudara saling bertolak belakang.
Kalau foto karya Mendur Bersaudara memperlihatkan sosok Bung Karno yang hangat,
flamboyan, dan penuh semangat kerakyatan, justru foto buatan Cephas menampilkan
sosok raja yang dingin, sombong, dan sangat feodal. Bila foto-foto para pejuang
wanita yang juga anggota palang merah di kancah pertempuran disuguhkan Mendur
Bersaudara, justru foto-foto gadis cantik, manja, dan ayulah yang ditawarkan
Cephas. Maka wajar bila foto-foto Mendur Bersaudara dicari dan dilirik orang,
sedangkan foto-foto Cephas tenggelam dalam pelukan para kolektor.
Kini Kassian Cephas
hanya tinggal kenangan. Foto-foto tentang dirinya pun tersembunyi entah di
mana. Hanya ada satu buah foto yang menjadi bukti bahwa ia pernah ada, yakni
foto dirinya setelah menerima bintang jasa “Orange-Nassau” dari Ratu Wilhelmina
pada tahun 1901
Berbagai penelitian
dilakukan mulai pada awal abad ke-17 ,seorang ilmuwan berkebangsaan Italia –
Angelo Sala menggunakan cahaya matahari untuk merekam serangkaian kata pada
pelat chloride perak. Tapi ia gagal mempertahankan gambar secara permanen.
Sekitar tahun 1800, Thomas Wedgwood, seorang berkebangsaan Inggris
bereksperimen untuk merekam gambar positif dari citra pada kamera obscura
berlensa, hasilnya sangat mengecewakan. Humphrey Davy melakukan percobaan lebih
lanjut dengan chlorida perak, tapi bernasib sama juga walaupun sudah berhasil
menangkap imaji melalui kamera obscura tanpa lensa.
Akhirnya, pada tahun
1824, seorang seniman lithography Perancis, Joseph-Nicephore Niepce
(1765-1833), setelah delapan jam meng-exposed pemandangan dari jendela
kamarnya, melalui proses yang disebutnya Heliogravure (proses kerjanya mirip
lithograph) di atas pelat logam yang dilapisi aspal, berhasil melahirkan sebuah
gambar yang agak kabur, berhasil pula mempertahankan gambar secara permanen. Ia
melanjutkan percobaannya hingga tahun 1826, inilah yang akhirnya menjadi
sejarah awal fotografi yang sebenarnya. Foto yang dihasilkan itu kini disimpan
di University of Texas di Austin, AS.
“View from the Window at Le Gras” foto pertama yang berhasil dicetak
meskipun masih tampak kabur, dibuat oleh Joseph Nicéphore Niépce
Penelitian demi
penelitian terus berlanjut hingga pata tanggal tanggal 19 Agustus 1839,
desainer panggung opera yang juga pelukis, Louis-Jacques Mande’ Daguerre
(1787-1851) dinobatkan sebagai orang pertama yang berhasil membuat foto yang
sebenarnya: sebuah gambar permanen pada lembaran plat tembaga perak yang
dilapisi larutan iodin yang disinari selama satu setengah jam cahaya langsung
dengan pemanas merkuri (neon). Proses ini disebut daguerreotype. Untuk
membuat gambar permanen, pelat dicuci larutan garam dapur dan asir suling.
Januari 1839, Daguerre sebenarnya ingin mematenkan temuannya itu. Akan tetapi,
Pemerintah Perancis berpikir bahwa temuan itu sebaiknya dibagikan ke seluruh
dunia secara cuma-cuma.
“Boulevard du Temple” foto pertama yang diakui secara umum, dibuat oleh
Louis Daguerre
Fotografi kemudian
berkembang dengan sangat cepat. Melalui perusahaan Kodak Eastman, George
Eastman mengembangkan fotografi dengan menciptakan serta menjual roll film dan
kamera boks yang praktis, sejalan dengan perkembangan dalam dunia fotografi
melalui perbaikan lensa, shutter, film dan kertas foto.
Tahun 1950, untuk
memudahkan pembidikan pada kamera Single Lens Reflex maka mulailah digunakan
prisma (SLR), dan Jepang pun mulai memasuki dunia fotografi dengan produksi
kamera Nikon yang kemudian disusul dengan Canon. Tahun 1972 kamera Polaroid
temuan Edwin Land mulai dipasarkan. Kamera Polaroid mampu menghasilkan gambar
tanpa melalui proses pengembangan dan pencetakan film.